OPINI

Colliq Pujie, Nurhayati dan Andi Ina Kartika Sari

BARRU, KAREBASULSEL – Akun instagram.com/humasbarru milik jajaran Humas Pemerintah Kabupaten Barru-Sulawesi Selatan mendapat respons beragam setelah menayangkan kunjungan Bupati Andi Ina Kartika Sari ke Museum Colliq Pujie, Jumat (28/3/2025). Museum di alun-alun kota Barru tersebut sepertinya tidak terawat sejak beberapa tahun belakangan.

Tdk ada mngkin biaya pemeliharaanx jd terbengkalai dan rantasakki,” demikian salah satu komentar netizen. Ada juga warga yang baru tahu ada museum tersebut, “Seringku ke alun2 baru tahu klu ada musium’. Masih ada beberapa komentar lainnya, tetapi itulah gambaran sepintas tentang Museum Colliq Pujie yang kurang terawat dan masih ada yang belum tahu keberadaannya.

Baca : Bupati Barru Lepas 7000 Paket Ramadhan Bahagia Baznas

Andi Ina menjelaskan museum tersebut untuk mengenang pejuang perempuan Colliq Pujie, seorang tokoh sejarah penting asal Barru, seharusnya menjadi tempat memberikan inspirasi dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai perjuangan wanita hebat tersebut.

Dia berharap agar pihak terkait segera melakukan perbaikan dan pemeliharaan yang memadai sehingga Museum Colliq Pujie bisa lebih maksimal dalam menjalankan fungsinya sebagai tempat pendidikan dan pengingat sejarah.

Sebulan lalu, tepatnya Sabtu (22/2/2025) di Makassar, Prof Nurhayati Rahman selaku Guru Besar Filologi Universitas Hasanudin meluncurkan tiga buku sekaligus. Tiga buku tersebut adalah Aku di Antara Santri dan Tradisi, lalu Colliq Pujie Intelektual Penggerak Zaman, dan ketiga, terjemahan La Galigo jilid ke-4. Buku Colliq Pujie itu merupakan biografi intelektual perempuan Bugis yang menyalin naskah La Galigo.

Prof Nurhayati telah mendedikasikan puluhan tahun hidupnya untuk meneliti naskah La Galigo. Bersama timnya, dia melakukan alih aksara dan alih bahasa dari naskah lontara Bugis Kuno ke dalam aksara Latin dan Bahasa Indonesia. La Galigo, yang diakui sebagai Warisan Dunia Memory of the World UNESCO sejak 2011, adalah kisah epik dari naskah NBG Boeg 188 yang terdiri dari dua belas jilid. Saat ini, 4 jilid telah selesai diterjemahkan, dan sisa 8 jilid lagi.

Baca : MoU Tim Percepatan Pensertifikatan Tanah Wakaf Diteken, Biaya Sertifikat Nol Rupiah

“Salah satu misi saya adalah menyelesaikan alih aksara dan alih bahasa 12 jilid naskah La Galigo yang ada di Belanda. Namun, saya merasa sudah tidak muda lagi,” ujarnya dalam peluncuran buku tersebut.

Peran Colliq Pujie (1812-1876) sangat besar sehingga Kitab Suci Bugis karya La Galigo tersebut bisa tersusun. Colliq berkolaborasi dengan Benjamin Frederik Matthes (1818-1908) yang juga filolog, etnograf Bugis-Makassar dari Universitas Leiden Belanda dan juga pendeta Lutheran. Keduanya bisa selamatkan sejumlah naskah epos I La Galigo.

Matthes bertemu dengan Ratu Tanette Colliq Pujie ketika diasingkan ke Makassar oleh kolonial Belanda. Colliq kehilangan haknya atas takhta Kedatuan Tanette karena penentangannya terhadap kekuasaan pemerintah Hindia Belanda di Sulawesi Selatan, terutama di Tanette.

Di rumah pengasingan itulah Matthes dan Colliq Pujie menyalin dan mengumpulkan sepenggal demi sepenggal I La Galigo hingga menecapai 225.000 bait lebih puisi epik, yang lebih panjang dari epik Mahabaratha.

Sejarah dan peradaban yang telah ditorehkan leluhur Indonesia patut dilestarikan. Museum hanyalah wujud fisik, tapi perlu dirawat sebagai simbol dan sarana edukasi bagi seluruh generasi. Lebih dari itu adalah perlunya memegang teguh warisan nilai dan budaya yang merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui masyarakat Bugis. [KS/redaksi@karebasulsel.com]

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *