Tercatat 362 Bencana di Sulsel, Walhi: Akibat Hutan Rusak dan Kualitas Lingkungan Berkurang
MAKASSAR, KAREBASULSEL – Bencana banjir dan longsor yang berulang setiap tahun di sejumlah daerah, termasuk Sulawesi Selatan, karena kualitas lingkungan berkurang serta perusakan hutan secara masif. Pada tahun 2014 tercatat 54 kejadian dan selama 2024 meningkat tajam mencapai 362 kejadian bencana.
Demikian kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Suslel yang disampaikan Slamet selaku Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik Slamet di Makassar, Kamis (13/12/2025).
“Berdasarkan kajian kami, tingginya angka kehilangan tutupan hutan di wilayah ini dipengaruhi beberapa faktor utamanya soal masifnya izin pertambangan di wilayah hulu atau kawasan hutan, alih fungsi lahan, penebangan liar, serta pembangunan,” kata Slamet.
Baca : Sektor Pertanian Masih Jadi Andalan Ekonomi Sulsel 2025
Dikatakan, dari catatan akhir tahun Walhi Sulsel mencatat ada sekitar 362 kejadian bencana di seluruh kabupaten/kota se-Sulsel. Dari hasil kajian, Provinsi Sulsel sudah mengalami penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungannya.
Dalam 10 tahun terakhir, setidaknya angka kejadian bencana di Sulsel meningkat enam kali lipat. Dimana tahun 2014 tercatat hanya ada 54 kejadian angka bencana dan 2024 angkanya mencapai 362 kejadian.
Selain itu, menurut Slamet , kerugian akibat bencana tahun lalu itu jumlahnya sangat fantastis yakni mencapai Rp 1,95 triliun lebih. Beberapa penyebab dari kritisnya kondisi lingkungan karena tutupan hutan terus berkurang. Di Sulsel hanya memiliki luas tutupan hutan pada tahun 2023 sekitar 1.359.039 hektare atau hanya tersisa 29,70 persen dari luas provinsi.
Dengan luasan tutupan hutan yang hanya tersisa di bawah 30 tersebut, maka Sulsel dapat menjadi salah satu provinsi yang masuk dalam kategori kritis.
Hilangnya tutupan hutan di Sulsel dalam jumlah yang masif tiap tahunnya berbanding lurus dengan kritisnya Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tersebar di berbagai daerah.
Dari laman walhisulsel.or.id, pada Mei 2024 lalu sejumlah kabupaten di wilayah utara Sulsel tepatnya di sekitar Pegunungan Latimojong mengalami bencana banjir dan longsor. Bencana ini menelan korban jiwa sebanyak 13 orang, berdampak pada puluhan ribu penduduk, merusak fasilitas publik, dan ribuan hektar lahan produktif warga serta unit rumah milik masyarakat terdampak banjir.
Kemarin, Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel Fadjry Djufry menyebut banjir ekstrem dipengaruhi hujan lebat yang melanda empat kabupaten dan kota di provinsi itu seperti Kabupaten Maros, Pangkep, Gowa, dan Kota Makassar, sudah dikategorikan berstatus tanggap darurat.
“Dari Pemprov dan Bupati Maros sudah memberikan bantuan, paling tidak ini tanggap darurat. Ini harus dipikirkan solusi permanen secara bersama-sama oleh pemimpin definitif nantinya,” ujar Fadjry di Makassar.
Menurut dia, melihat beberapa titik banjir, salah satunya di Kecamatan Manggala dan sekitarnya, di Kota Makassar ketinggian air dari betis hingga dada orang dewasa. Dampak banjirnya telah telah mencapai seribuan orang.
“Jadi ada 1.098 jiwa yang terdampak bencana banjir dan Alhamdulillah kita membantu saudara kita terdampak banjir ini. Memang ke depan kita harus memikirkan solusi permanen,” tuturnya. [KS-04]





